Kamis, 26 Mei 2016

PSIKOLOGI UMUM (Hubungan Bahasa dengan Kecerdasan)

KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penyusun panjatkan khadirat Alloh SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul PSIKOLOGI UMUM. Penyusunan makalah ini bertujuan memenuhi salah satu tugas mata kuliah HUBUNGAN BAHASA DENGAN KECERDASAN.
            Perkembangan pendidikan ditentukan oleh perkembangan dari peserta didiknya, oleh karena itu seorang guru dan para calon guru harus mempersiapkan dan berusaha untuk meningkatkan kualitas peserta didiknya baik dari segi apektifnya maupun dari segi kognitifnya. Selain itu juga harus mempersiapkan kemungkinan – kemungkinan atau masalah yang akan muncul dari peserta didik dan berusaha untuk mencari penyelesaian masalahnya.
Penyelesaian  makalah ini tentu saja tidak lepas dari dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat :

1.        Bapak  A. Yulianto, M. Pd.I selaku Dosen mata kuliah Pengembangan Kurikulum Pai yang selalu memberikan ilmu, pengalaman, motivasi;
2.        teman-teman seperjuangan yang telah memberikan semangat, dukungan dan ilmunya;
3.        seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati penyusun menyadari bahwa hasil yang dicapai dari makalah ini, masih jauh dari sempurna dan banyak kekuranganya, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan. Akhir kata penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun pribadi maupun pembaca sekalian dan mudah-mudahan amal baik kita mendapat ridho dan magfiroh-Nya. Amin.

                                                                                                            
                                                                                                                         Malang, 26 Mei 2016


                                                                                                                                    Penyusun


DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………2
TUJUAN PENULIS…………………………………………………………………………………2
BAB I....……………………………………………………………………………………………...3
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………...3
LATAR BELAKANG………………………………………………………………………………3
RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………………………4
BAB II………………………………………………………………………………………………..6
PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………..6
Ø  Bahasa………………………………………………………………………………………..6
Ø  Kecerdasan…………………………………………………………………………………..8
Ø  Hubungan Bahasa dengan Kecerdasan…………………………………………………..14
BAB III……………………………………………………………………………………………..16
PENUTUP………………………………………………………………………………………….16
KESIMPULAN…………………………………………………………………………………….16
KRITIK DAN SARAN…………………………………………………………………………….17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………...18











BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu memahami bahasa akan memungkinkan untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia. Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai tentang sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya (Surya Sumantri, 1998).
Materi bahasa bisa dipahami melalui Linguistik sebagaimana dikemukakan oleh Yudibrata bahwa linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, biasanya menghasilkan teori-teori bahasa; tidak demikian halnya dengan siswa sebagai pembelajar bahasa, (1998: 2).
 Siswa sebagai organisme dengan segala prilakunya termasuk proses yang terjadi dalam diri siswa ketika belajar bahasa tidak bisa dipahami oleh linguistik, tetapi hanya  bisa dipahami melalui ilmu lain yang berkaitan dengannya, yaitu Psikologi. Atas dasar hal tersebut muncul lah disiplin ilmu yang baru yang disebut Psikolinguistik atau disebut juga dengan istilah  Psikologi Bahasa.
Terkait dengan hal di atas, dapat dikatakan sebenarnya manusia dapat berpikir tanpa menggunakan bahasa, tetapi bahasa mempermudah kemampuan belajar dan mengingat, memecahkan persoalan dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu menyandi peristiwa dan objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa individu mampu mengabstraksikan pengalamannya dan mengkomunikasikannya pada orang lain karena bahasa merupakan sistem lambang yang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan segala pemikiran.
Berdasarkan pemikiran di atas, dapat dikatakan keterkaitan antara bahasa dan
kecerdasan adalah sebuah tema yang sangat menantang dalam dunia kajian psikologi. Maka dari itu, penulis berupaya mengungkap hubungan tersebut dengan menyertakan pandangan dan konsep dari beberapa ahli yang berhubungan dengan disiplin ilmu ini.



B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah:
 1.  Apa pengertian bahasa ?
 2.  Apa saja teori kecerdasan?
 3.  Bagaimanakah hubungan bahasa dengan kecerdasan?

C.  Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui pengertian bahasa.
2. Untuk mengetahui tentang kecerdasan.
3. Untuk mengetahui hubungan bahasa dengan kecerdasan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hakikat Bahasa
Menurut E. Sapir (1921) dalam A. Chaedar Alwasilah (1990) bahwa bahasa adalah “A purely human and non-instinctive method of communicating ideas, emotions, and desires, by means of a system of voluntarily produced symbols.”[1]
Dalam batasan tersebut ada lima butir terpenting yaitu bahwa bahasa itu:
a. Manusiawi
            Hanya manusialah yang memiliki sistem simbol untuk berkomunikasi. Betul bahwa hewan seperti binatang pun berkomunikasi, dan mempunyai sistem bunyi, tetapi sistem itu bukanlah kata-kata. Dengan demikian mereka tidak memiliki bahasa. Manusia telah berbahasa sejak dini sejarahnya, dan perkembangan bahasanya inilah yang membedakan manusia dari makhluk lain; hingga membuat dirinya mampu berpikir.
b. Dipelajari
            Manusia ketika lahir tidak langsung lalu mampu berbicara. anak yang tidak mempunyai kontak dengan orang lain yang berbahasa seperti dirinya sendiri akan mengembangkan bahasanya sendiri untuk memenuhi hasrat komunikasinya. Namun bahasa tidaklah ada artinya bila hanya untuk diri sendiri. Paling tidak haruslah ada dua orang, supaya ada proses komunikasi. Betul bahwa seseorang bisa berkomunikasi pada dirinya, namun untuk komunikasi seperti ini tidak perlu kata-kata.
c. Sistem
            Bahasa memiliki seperangkat aturan yang dikenal para penuturnya. Perangkat inilah yang menentukan struktur apa yang diucapkannya. Struktur ini disebut grammar.[2] Bagaimanapun primitifnya suatu masyarakat penutur bahasa, bahasanya itu sendiri bekerja menurut seperangkat aturan yang teratur. Kenyataan bahwa panitia bahasa sebagai sistem adalah persoalan pemakaian (usage); bukan ditentukan oleh atau lembaga perumus. Aturan ini dibuat dan diubah oleh cara orang-orang yang menggunakannya. Aturan ini ada karena para penuturnya menggunakan bahasa dalam cara tertentu dan tidak dalam cara lain. Dan karena ada kesepakatan umum tentang aturan ini maka orang menggunakan bahasa dalam cara tertentu yang memiliki arti. Dikarenakan ada kesepakatan inilah maka kita bisa mempelajari dan mangajarkan bahasa apa saja.
d. Arbitrer
            Bahwa bahasa mempergunakan bunyi-bunyi tertentu dan disusun dalam cara tertentu pula adalah secara kebetulan saja.[3] Orang-orang melambangkan satu kata saja untuk melambangkan satu benda, misalnya kata kuda ditujukan hanyalah untuk binatang berkaki empat tertentu karena orang lain berbuat demikian. Demikian pula kalimat berbeda dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Dalam bahasa Latin kata kerja cenderung menempati posisi akhir, dalam bahasa Perancis kata sifat diletakkan setelah kata benda seperti halnya bahasa Indonesia. Ini adalah semua karena kebetulan saja.
e. Simbolik
            Bahasa terdiri atas rentetan simbol arbitrer yang memiliki arti. Kita bisa menggunakan simbol-simbol ini untuk berkomunikasi sesama manusia karena manusia sama-sama memiliki perasaan, gagasan, dan keinginan. Dengan demikian kita menerjemahkan orang lain atas acuan pada pengalaman diri sendiri. Kalau kita mengerti ujaran orang yang berkata, “Saya lapar”, ini karena kita pun biasa mengalami peristiwa lapar itu.
Sistem bahasa apapun memungkinkan kita membicarakan sesuatu walau tidak ada di lingkungan kita. Kita pun bisa membicarakan sesuatu peristiwa yang sudah terjadi atau yang akan terjadi. Ini dimungkinkan karena bahasa memiliki daya simbolik, untuk membicarakan konsep apapun juga. Ini pulalah yang memungkinkan manusia memiliki daya penalaran (reasoning).
Demikianlah lima butir hakikat bahasa manusia sebagai alat untuk berkomunikasi dan mencirikan dirinya serta membedakannya dari makhluk lain.
B.  Pengertian Intelegensi
            Konsep Intelegensi menimbulkan kontroversi dan debat panas, sering kali sebagai reaksi terhadap gagasan bahwa setiap orang punya kapasitas mentalumum yang dapat diukur dan dikuantifikasikan dalam angka.[4] Inteligensi adalah suatu istilah yang popular. Hampir semua orang sudah mengenal istilah tersebut, bahkan mengemukakannya. Seringkali kita dengar seorang mengatakan si A tergolong pandai atau cerdas (inteligen) dan si B tergolong bodoh atau kurang cerdas (tidak inteligen). Istilah inteligen sudah lama ada dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman Cicero yaitu kira-kira dua ribu tahun yang lalu dan merupakan salah satu aspek alamiyah dari seseorang. Inteligensi bukan merupakan kata asli yang berasal dari bahasa Indonesia. Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu “inteligensia“. Sedangkan kata “ inteligensia “ itu sendiri berasal dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
Menurut W. Stem dalam Abu Ahmadidan Widodo Supriyono mengemukakan intelegensi adalah suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di dalam situasi yang baru.[5] Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Menurut Wangmuba inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atauAptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi. K. Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian. David Wechster (1986). Definisinya mengenai intelegensi mula-mula sebagai kapasitas untuk mengerti ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya. Namun di lain kesempatan ia mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif.[6] Beberapa pakar menyebutkan bahwa intelegensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah.[7]
Intelegensi merupakan potensi bawaan yang sering dikaitkan dengan berhasil tidaknya anak belajar disekolah. Dengan kata lain, intelegensi dianggap sebagai faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya anak disekolah.[8] Kecerdasan (Inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni: kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Sternberg dalam Santrock mengatakan bahwa secara umum intelegensi dibedakan menjadi 3 diantaranya:
1.      Inteligensi Analitis
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung dalam proses penilaian objektif dalam suatu pembelajaran dalam setiap pelajaran, selalu mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap hasil ujian. Misalnya: seorang individu dalam ujian disetiap pelajarannya selalu mendapatkan nilai di atas rata-rata.
2.      Inteligensi Kreatif
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung pada sifat-sifat yang unik, merancang hal-hal yang baru. Misalnya: seorang peserta didik diinstrusikan untuk menuliskan kata “P O H O N” oleh gurunya, tetapi jawaban seorang individu yang kreatif dengan menggambarkan sebuah pohon.



3.      Inteligensi Praktis
Yaitu kecerdasan yang berfokus pada kemampuan untuk menggunakan, menerapkan, mengimplementasikan, dan mempraktikan. Misalnya: seorang individu mendapatkan skor rendah dalam tes IQ tradisional, tetapi dengan cepat memahami masalah dalam kehidupan nyata, contohnya dalam pembelajaran praktikum di laboratorium, akan cepat memahami karena dibantu dengan berbagai peralatan dan media.
1.       Macam-macam Intelegensi
            Ada beberapa macam intelegensi, antara lain :
A.    Inteligensi keterampilan verbal
Yaitu kemampuan untuk berpikir dengan kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengungkapkan makna. Contohnya: seorang anak harus berpikir secara logis dan abstrak untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang bagaimana beberapa hal bisa menjadi mirip. Contoh pertanyaannya “Apa persamaan Singan dan Harimau”?. Cenderung arah profesinya menjadi: (penulis, jurnalis, pembicara).
B.     Inteligensi keterampilan matematis
Yaitu kemampuan untuk menjalankan operasi matematis. Peserta didik dengan kecerdasan logical mathematical yang tinggi memperlihatkan minat yang besar terhadap kegiatan eksplorasi. Mereka sering bertanya tentang berbagai fenomena yang dilihatnya. Mereka menuntut penjelasan logis dari setiap pertanyaan. Selain itu mereka juga suka mengklasifikasikan benda dan senang berhitung. Cenderung profesinya menjadi: (ilmuwan, insinyur, akuntan)
C.    Inteligensi kemampuan ruang
Yaitu kemampuan untuk berpikir secara tiga dimensi. Cenderung berpikir secara visual. Mereka kaya dengan khayalan internal (Internal imagery) sehingga cenderung imaginaif dan kreatif. Contohnya seorang anak harus menyusun serangkaian balok dan mewarnai agar sama dengan rancangan yang ditunjukan penguji. Koordinasi visual-motorik, organisasi persepsi, dan kemampuan untuk memvisualisasi dinilai secara terpisah. Cenderung menjadi profesi arsitek, seniman, pelaut.
D.    Inteligensi kemampuan musical
Yaitu kepekaan terhadap pola tangga nada, lagu, ritme, dan mengingat nada-nada. Ia juga dapat mentransformasikan kata-kata menjadi lagu, dan menciptakan berbagai permainan musik. Mereka pintar melantunkan beat lagu dengan baik dan benar. Mereka pandai menggunakan kosa kata musical, dan peka terhadap ritme, ketukan, melodi atau warna suara dalam sebuah komposisi music.
E.     Inteligensi Keterampilan kinestetik tubuh
Yaitu kemampuan untuk memanipulasi objek dan mahir sebagai tenaga fisik. Senang bergerak dan menyentuh. Mereka memiliki control pada gerakan, keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak. Mereka mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya. Cenderung berprofesi menjadi ahli bedah, seniman yang ahli, penari.
F.     Inteligensi Keterampilan intrapersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami diri sendiri dengan efektif mengarahkan hidup seseorang. Memiliki kepekaan perasaan dalam situasi yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri, dan mampu mengendalikan diri dalam konflik. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan dalam lingkungan social. Mereka mengetahui kepada siapa harus meminta bantuan saat memerlukan. Cenderung berprofesi menjadi teolog, psikolog.
G.    Inteligensi keterampilan interpersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami dan secara efektif berinteraksi dengan orang lain. Pintar menjalin hubungan social, serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat berinteraksi. Mereka juga mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku dan harapan orang lain, serta mampu bekerja sama dengan orang lain.
H.    Inteligensi keterampilan naturalis
Yaitu kemampuan untuk mengamati pola di alam serta memahami system buatan manusia dan alam. Menonjol ketertarikan yang sangat besar terhadap alam sekitar, termasuk pada binatang, diusia yang sangat dini. Mereka menikmati benda-benda dan cerita yang berkaitan dengan fenomena alam, misalnya terjadinya awan, dan hujan, asal-usul binatang, peumbuhan tanaman, dan tata surya.
I.       Inteligensi emosional
Yaitu kemampuan untuk merasakan dan mengungkapkan emosi secara akurat dan adaftif (seperti memahami persfektif orang lain).
Orang yang berjasa menemukan tes inteligensi pertama kali ialah seorang dokter bangsa Prancis Alfred Binet dan pembantunya Simon. Tesnya terkenal dengan nama tes Tes Binet-Simon. Seri tes dari Binet-Simon ini, pertamakali diumumkan antara 1908-1911 yang diberi nama : “Chelle Matrique de l’inteligence” atau skala pengukur kecerdasan. Tes binet-simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan menurut umur (untuk anak-anak umur 3-15 tahun). Pertanyaan-pertanyaaan itu sengaja dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran di sekolah. Seperti mengulang kalimat, dengan tes semacam inilah usia seseorang diukur atau ditentukan. Dari hasil tes itu ternyata tidak tentu bahwa usia kecerdasan itu sama dengan usia sebenarnya (usia kalender). Sehingga dengan demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan IQ (Inteligentie Quotient) pada tiap-tiap orang/anak.
Dewasa ini perkembangan tes itu demikian majunya sehingga sekarang terdapat beratus-ratus macam tes, baik yang berupa tes verbal maupun nonverbal. Juga dinegeri kita sudah mulai banyak dipergunakan te, dalam lapangan pendidikan maupun dalam memilih jabatan-jabatan tertentu. Klasifikasi IQ antara lain :
Ø  Genius 140 ke atas
Ø  Sangat Cerdas 130-139
Ø  Cerdas (superior) 120-129
Ø  Di atas rata-rata 110-119
Ø  Rata-rata 90-109
Ø  Di bawah rata-rata 80-89
Ø  Garis Batas 70-79
Ø  Moron 50-69
Ø  Imbisil, Idiot 49 ke bawah
2.       Faktor yang mempengaruhi Inteligensi
Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap individu memiliki tingkat intelegensi yang berbeda. Perbedaan intelegensi itu, dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a.       Pengaruh faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50 ) orang yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 – +0,20 ).[9]

b.      Pengaruh faktor lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka). Ada beberapa lingkungan yang berpengaruh terhadap intelegensi, antara lain :
·         Lingkungan keluarga;
·         Pengalaman pendidikan;
c.       Stabilitas inteIigensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari intelegensi). Stabilitas intelegensi tergantung perkembangan organik otak.
d.      Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya (berkaitan erat dengaan umur).
e.       Pengaruh faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti disekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
f.       Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
g.      Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seseorang, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi seseorang.

Hubungan Bahasa dengan Kecerdasan
Sisi lain yang urgent mengenai karakteristik bahasa dari segi akal adalah relasi bahasa dengan akal. Berfikir merupakan aktivitas otak dan pikiran diungkapkan dengan menggunakan bahasa. Sedangkan bahasa merupakan indikator perangai sesorang. Sehingga kecerdasan seseorang dapat diukur dari bahasanya, secara bahasa sangat sesuai dengan pikiran seseorang.
Kecerdasan merupakan faktor/potensi umum yang harus ada, agar seseorang dapat memanaj (mengatur) pikiran-pikirannya, serta mengungkapkan apa yang terbersit dalam benaknya. Sehubungan dengan kecerdasan umum itu, ada potensi-potensi spesifik, seperti potensi saintifik dan potensi lingual.
Potensi lingual, dalam kapasitasnya sebagai dasar dari aktifitas lingual seseorang, terbagi menjadi dua faktor/potensi, yakni :
1.  Faktor/potensi verbal (verbal factor) yakni sesuatu yang terkait dengan proses-proses mekanis seperti, tahaji, imla’ dan membaca.
2.  Faktor/potensi kesusastraan (literary ability) yakni potensi-potensi yang terkait dengan proses-proses intelektual, seperti mengarang, memahami bacaan dan yang terdengar.
Yang jelas, bahasa memiliki dua indikasi, yakni:
1.      Indikasi pemahaman, indikasi ini khusus pada bahasa yang didengar atau yang terbaca.
2.      Indikasi pengungkapan pikiran (baik lisan maupun tulisan), indikasi ini khusus pada bahasa yang terucap atau yang tertulis.


Pada dua indikasi tersebut kita dapat membedakan dua jenis bahasa, yaitu:
1.      Makna kata
2.      Makna kalimat
Sedangkan hubungan antara bahasa dan kecerdasan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu:
a.   Hubungan positif/konstruktif/aktif antara memori kata-kata seseorang dengan rasio kecerdasannya. Orang yang berfikir secara mendalam dan variatif dipaksa untuk bereksplorasi secara radikal tentang fakta-fakta/data-data dan pengetahuan. Sebagai hasilnya, mereka mendapatkan segudang pemikiran besar, pemikiran-pemikiran ini mendorong terciptanya kata-kata dan istilah-istilah yang bisa untuk mengungkapkannya.
b.   Hubungan antara kecerdasan dan kosakata, merupakan hubungan yang terus-menerus. Semakin bertambah potensi seseorang dalam memahami kalimat-kalimat yang terbaca, semakin jelas pula hubungan antar makna-maknanya, begitu pula sebaliknya. Semakin sedikit rasio kecerdasan seseorang, maka semakin melemah pula tingkat pemahamannya terhadap hubungan-hubungan yang terkandung dalam kalimat-kalimat dan ungkapan-ungkapan yang terdengar dan terbaca. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa perkembangan pemahaman lingual terkait pada batas maksimum perkembangan kecerdasan. (tingkat perkembangan pemahaman lingual berbanding lurus dengan tingkat perkembangan kecerdasan).[10]

BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.         konsep Sapir diatas berisi tentang batasan-batasan
Ø  Manusiawi
Ø  Dipelajari
Ø  Sistem
Ø  Arbitrer
Ø  Simbolik
Dalam pembahasan Inelegensi memang harus benar-benar dipahami secara teliti biar kita semua bisa tau apa Intelegensi itu sendiri. Yang lebih penting lagi yang harus dipahami secara detail dalam pembagian kecerdasan/tingkat kecerdasan, dengan memahami tingkat kecerdasan itu kita bisa tahu bahwa dalam diri kita ini ada kecerdasan yang tidak pernah kita sadari meski dalam sekolah-sekolah kita tidak pernah mendapatkan rangking, orang selalu menganggap bahwa orang yang cerdas adalah orang yang dapat rangking kelas dan yang bisa jawab soal ujian, namun orang yang mampu dalam menghias, main musik tidak dianggap kecerdasan. Dari itu, sangat perlulah kita memahami intelegensi dan tingkat intelegensi biar tidak ada kesalah pahaman dalam mengartikan intelegensi itu sendiri.
            Intelegensi juga  mempunyai hubungan dan perbedaan dengan bakat maupun kreativitas, tapi yang perlu kita ketahui, bakat dan kreativitas adalah hasil yang didapat dari intelegensi itu sendiri.

B.      Kritik & Saran
Berdasarkan kenyataan dilapangan, kita dapat menemukan beberapa pengajar yang masih kurang memperhatikan dalam pengembangan intelegensi anak didiknya, maka dari itu kita sebagai calon-calon pendidik masa depan harus mempersiapkan sejak dini rencana-rencana pengajaran yang merujuk pada pengembangan intelegensi sehingga kreativitas anak-anak didik mengalami kemajuan dimasa yang akan datang.
Dari hasil makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Dan segala yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari diri saya. Penyusun sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan karya ilmiah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi, Introduction to Linguistic, Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2009.
Poespoprodjo, Logika  Scientifika Pengantar  Dialektika dan Ilmu, Bandung: Pustaka Grafika, 1999.
Sunardji Dahri Tiam, Pengantar Filsafat Islam. Gresik: Bumi Jaya.
Yeti Mulyadi, Keterampilan Berbahasa Indonesia SD, Jakarta: Universitas Terbuka, 2009.
John, W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Kencana, 2011
Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011
Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Fakultas Tarbiyah : IAIN SU, 2011
http://yogieaffandi.blogspot.com/2011/09/pengertian-intelegensi.html, 17-11-2012
Abdul Majid Sayyid Ahmad Manshur, Ilmu Al-Lughah Al-Nafsy, Jami'at al-Mulk Su'ud, Riyadh, 1982.





[1] Mulyadi, Introduction to Linguistic  (Pamekasan:STAIN Pamekasan Press, 2009) hlm., 1.
[2] Ibid, hml., 67.
[3] Yeti Mulyati, Keterampilan Berbahasa Indonesia SD (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009)  hlm., 2.5.

[4] John, W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Kencana, 2011, cet-4, hal : 134
[5] Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal : 32
[7] John, W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Kencana, 2011, cet-4, hal : 134
[8] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011, hal : 135
[9] Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Fakultas Tarbiyah : IAIN SU, 2011, hal : 47-48
[10] Abdul Majid Sayyid Ahmad Manshur, Ilmu Al-Lughah Al-Nafsy, Jami'at al-Mulk Su'ud, Riyadh, 1982.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar