KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penyusun panjatkan khadirat Alloh SWT yang telah memberikan taufik
dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
PSIKOLOGI UMUM. Penyusunan makalah ini bertujuan memenuhi salah satu tugas
mata kuliah HUBUNGAN BAHASA DENGAN KECERDASAN.
Perkembangan
pendidikan ditentukan oleh perkembangan dari peserta didiknya, oleh karena itu
seorang guru dan para calon guru harus mempersiapkan dan berusaha untuk
meningkatkan kualitas peserta didiknya baik dari segi apektifnya maupun dari
segi kognitifnya. Selain itu juga harus mempersiapkan kemungkinan – kemungkinan
atau masalah yang akan muncul dari peserta didik dan berusaha untuk mencari
penyelesaian masalahnya.
Penyelesaian makalah
ini tentu saja tidak lepas dari dari bantuan berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini penyusun ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak A. Yulianto, M. Pd.I selaku Dosen mata kuliah
Pengembangan Kurikulum Pai yang selalu memberikan ilmu, pengalaman, motivasi;
2. teman-teman
seperjuangan yang telah memberikan semangat, dukungan dan ilmunya;
3. seluruh
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati penyusun
menyadari bahwa hasil yang dicapai dari makalah ini, masih jauh dari sempurna
dan banyak kekuranganya, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penyusun harapkan. Akhir kata penyusun berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi penyusun pribadi maupun pembaca sekalian dan
mudah-mudahan amal baik kita mendapat ridho dan magfiroh-Nya. Amin.
Malang, 26 Mei 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………2
TUJUAN PENULIS…………………………………………………………………………………2
BAB I....……………………………………………………………………………………………...3
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………...3
LATAR BELAKANG………………………………………………………………………………3
RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………………………4
BAB II………………………………………………………………………………………………..6
PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………..6
Ø Bahasa………………………………………………………………………………………..6
Ø Kecerdasan…………………………………………………………………………………..8
Ø Hubungan Bahasa dengan Kecerdasan…………………………………………………..14
BAB III……………………………………………………………………………………………..16
PENUTUP………………………………………………………………………………………….16
KESIMPULAN…………………………………………………………………………………….16
KRITIK DAN SARAN…………………………………………………………………………….17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………...18
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa adalah
medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan
pemahaman manusia. Oleh karena itu memahami bahasa akan memungkinkan untuk
memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia. Bahasa adalah media manusia berpikir
secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi
simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat
berpikir mengenai tentang sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan
saat proses berpikir itu dilakukan olehnya (Surya Sumantri, 1998).
Materi bahasa
bisa dipahami melalui Linguistik sebagaimana dikemukakan oleh Yudibrata bahwa
linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, biasanya menghasilkan teori-teori
bahasa; tidak demikian halnya dengan siswa sebagai pembelajar bahasa, (1998:
2).
Siswa sebagai organisme dengan
segala prilakunya termasuk proses yang terjadi dalam diri siswa ketika belajar
bahasa tidak bisa dipahami oleh linguistik, tetapi hanya bisa dipahami
melalui ilmu lain yang berkaitan dengannya, yaitu Psikologi. Atas dasar hal
tersebut muncul lah disiplin
ilmu yang baru yang disebut Psikolinguistik atau disebut juga dengan
istilah Psikologi Bahasa.
Terkait dengan hal di atas, dapat dikatakan
sebenarnya manusia dapat berpikir tanpa menggunakan bahasa, tetapi bahasa
mempermudah kemampuan belajar dan mengingat, memecahkan persoalan
dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu menyandi peristiwa dan
objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa individu mampu mengabstraksikan
pengalamannya dan mengkomunikasikannya pada orang lain karena bahasa merupakan
sistem lambang yang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan segala pemikiran.
Berdasarkan pemikiran di atas, dapat dikatakan keterkaitan antara bahasa dan kecerdasan adalah sebuah tema yang sangat menantang dalam dunia kajian psikologi. Maka dari itu, penulis berupaya mengungkap hubungan tersebut dengan menyertakan pandangan dan konsep dari beberapa ahli yang berhubungan dengan disiplin ilmu ini.
Berdasarkan pemikiran di atas, dapat dikatakan keterkaitan antara bahasa dan kecerdasan adalah sebuah tema yang sangat menantang dalam dunia kajian psikologi. Maka dari itu, penulis berupaya mengungkap hubungan tersebut dengan menyertakan pandangan dan konsep dari beberapa ahli yang berhubungan dengan disiplin ilmu ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka dapat dirumuskan masalah:
1.
Apa pengertian bahasa ?
2.
Apa saja teori
kecerdasan?
3.
Bagaimanakah hubungan bahasa dengan kecerdasan?
C.
Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui pengertian
bahasa.
2. Untuk mengetahui tentang kecerdasan.
3. Untuk mengetahui hubungan bahasa dengan kecerdasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Bahasa
Menurut E. Sapir (1921) dalam A. Chaedar
Alwasilah (1990) bahwa bahasa adalah “A purely human and non-instinctive method
of communicating ideas, emotions, and desires, by means of a system of
voluntarily produced symbols.”[1]
Dalam batasan tersebut ada lima butir
terpenting yaitu bahwa bahasa itu:
a. Manusiawi
Hanya manusialah yang memiliki sistem simbol untuk berkomunikasi. Betul
bahwa hewan seperti binatang pun berkomunikasi, dan mempunyai sistem bunyi,
tetapi sistem itu bukanlah kata-kata. Dengan demikian mereka tidak memiliki
bahasa. Manusia telah berbahasa sejak dini sejarahnya, dan perkembangan
bahasanya inilah yang membedakan manusia dari makhluk lain; hingga membuat
dirinya mampu berpikir.
b. Dipelajari
Manusia ketika lahir tidak langsung lalu mampu berbicara. anak yang
tidak mempunyai kontak dengan orang lain yang berbahasa seperti dirinya sendiri
akan mengembangkan bahasanya sendiri untuk memenuhi hasrat komunikasinya. Namun
bahasa tidaklah ada artinya bila hanya untuk diri sendiri. Paling tidak
haruslah ada dua orang, supaya ada proses komunikasi. Betul bahwa seseorang
bisa berkomunikasi pada dirinya, namun untuk komunikasi seperti ini tidak perlu
kata-kata.
c. Sistem
Bahasa memiliki seperangkat aturan yang dikenal para penuturnya.
Perangkat inilah yang menentukan struktur apa yang diucapkannya. Struktur ini
disebut grammar.[2]
Bagaimanapun primitifnya suatu masyarakat penutur bahasa, bahasanya itu sendiri
bekerja menurut seperangkat aturan yang teratur. Kenyataan bahwa panitia bahasa
sebagai sistem adalah persoalan pemakaian (usage); bukan ditentukan oleh atau
lembaga perumus. Aturan ini dibuat dan diubah oleh cara orang-orang yang
menggunakannya. Aturan ini ada karena para penuturnya menggunakan bahasa dalam
cara tertentu dan tidak dalam cara lain. Dan karena ada kesepakatan umum
tentang aturan ini maka orang menggunakan bahasa dalam cara tertentu yang
memiliki arti. Dikarenakan ada kesepakatan inilah maka kita bisa mempelajari
dan mangajarkan bahasa apa saja.
d. Arbitrer
Bahwa bahasa mempergunakan bunyi-bunyi tertentu dan disusun dalam cara
tertentu pula adalah secara kebetulan saja.[3]
Orang-orang melambangkan satu kata saja untuk melambangkan satu benda, misalnya
kata kuda ditujukan hanyalah untuk binatang berkaki empat tertentu karena orang
lain berbuat demikian. Demikian pula kalimat berbeda dari satu bahasa ke bahasa
lainnya. Dalam bahasa Latin kata kerja cenderung menempati posisi akhir, dalam
bahasa Perancis kata sifat diletakkan setelah kata benda seperti halnya bahasa
Indonesia. Ini adalah semua karena kebetulan saja.
e. Simbolik
Bahasa terdiri atas rentetan simbol arbitrer yang memiliki arti. Kita
bisa menggunakan simbol-simbol ini untuk berkomunikasi sesama manusia karena
manusia sama-sama memiliki perasaan, gagasan, dan keinginan. Dengan demikian
kita menerjemahkan orang lain atas acuan pada pengalaman diri sendiri. Kalau
kita mengerti ujaran orang yang berkata, “Saya lapar”, ini karena kita pun
biasa mengalami peristiwa lapar itu.
Sistem bahasa apapun memungkinkan kita
membicarakan sesuatu walau tidak ada di lingkungan kita. Kita pun bisa
membicarakan sesuatu peristiwa yang sudah terjadi atau yang akan terjadi. Ini
dimungkinkan karena bahasa memiliki daya simbolik, untuk membicarakan konsep
apapun juga. Ini pulalah yang memungkinkan manusia memiliki daya penalaran
(reasoning).
Demikianlah lima butir hakikat bahasa manusia
sebagai alat untuk berkomunikasi dan mencirikan dirinya serta membedakannya
dari makhluk lain.
B. Pengertian Intelegensi
Konsep
Intelegensi menimbulkan kontroversi dan debat panas, sering kali sebagai reaksi
terhadap gagasan bahwa setiap orang punya kapasitas mentalumum yang dapat
diukur dan dikuantifikasikan dalam angka.[4] Inteligensi
adalah suatu istilah yang popular. Hampir semua orang sudah mengenal istilah
tersebut, bahkan mengemukakannya. Seringkali kita dengar seorang mengatakan si
A tergolong pandai atau cerdas (inteligen) dan si B tergolong bodoh
atau kurang cerdas (tidak inteligen). Istilah inteligen sudah lama ada dan
berkembang dalam masyarakat sejak zaman Cicero yaitu kira-kira
dua ribu tahun yang lalu dan merupakan salah satu aspek alamiyah dari
seseorang. Inteligensi bukan merupakan kata asli yang berasal dari bahasa
Indonesia. Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin
yaitu “inteligensia“. Sedangkan kata “ inteligensia “ itu sendiri
berasal dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara, sedangkan
lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian
kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
Menurut W. Stem dalam Abu Ahmadidan Widodo
Supriyono mengemukakan intelegensi adalah suatu daya jiwa untuk dapat
menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di dalam situasi yang baru.[5] Menurut
David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah,
berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara
garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu
kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional.
Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan
harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari
proses berpikir rasional itu.
Menurut Wangmuba inteligensi merupakan suatu
konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang
amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu
suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau
ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat
atauAptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap
kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat
tes inteligensi. K. Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang
disertai dengan pemahaman atau pengertian. David Wechster (1986). Definisinya
mengenai intelegensi mula-mula sebagai kapasitas untuk mengerti ungkapan dan
kemauan akal budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya. Namun di lain
kesempatan ia mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak
secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara
efektif.[6] Beberapa
pakar menyebutkan bahwa intelegensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah.[7]
Intelegensi
merupakan potensi bawaan yang sering dikaitkan dengan berhasil tidaknya anak
belajar disekolah. Dengan kata lain, intelegensi dianggap sebagai faktor yang
menentukan berhasil atau tidaknya anak disekolah.[8] Kecerdasan
(Inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni: kecerdasan sebagai
suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan
kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga
masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan
demikian pengetahuan pun bertambah. Sternberg dalam Santrock mengatakan bahwa
secara umum intelegensi dibedakan menjadi 3 diantaranya:
1.
Inteligensi
Analitis
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung dalam
proses penilaian objektif dalam suatu pembelajaran dalam setiap pelajaran,
selalu mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap hasil ujian. Misalnya: seorang
individu dalam ujian disetiap pelajarannya selalu mendapatkan nilai di atas
rata-rata.
2.
Inteligensi
Kreatif
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung pada
sifat-sifat yang unik, merancang hal-hal yang baru. Misalnya: seorang peserta
didik diinstrusikan untuk menuliskan kata “P O H O N” oleh gurunya, tetapi
jawaban seorang individu yang kreatif dengan menggambarkan sebuah pohon.
3.
Inteligensi
Praktis
Yaitu kecerdasan yang berfokus pada kemampuan
untuk menggunakan, menerapkan, mengimplementasikan, dan mempraktikan. Misalnya:
seorang individu mendapatkan skor rendah dalam tes IQ tradisional, tetapi
dengan cepat memahami masalah dalam kehidupan nyata, contohnya dalam
pembelajaran praktikum di laboratorium, akan cepat memahami karena dibantu
dengan berbagai peralatan dan media.
1.
Macam-macam Intelegensi
Ada
beberapa macam intelegensi, antara lain :
A.
Inteligensi
keterampilan verbal
Yaitu kemampuan untuk berpikir dengan kata-kata
dan menggunakan bahasa untuk mengungkapkan makna. Contohnya: seorang anak harus
berpikir secara logis dan abstrak untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang
bagaimana beberapa hal bisa menjadi mirip. Contoh pertanyaannya “Apa persamaan
Singan dan Harimau”?. Cenderung arah profesinya menjadi: (penulis, jurnalis,
pembicara).
B.
Inteligensi
keterampilan matematis
Yaitu kemampuan untuk menjalankan operasi
matematis. Peserta didik dengan kecerdasan logical mathematical yang tinggi
memperlihatkan minat yang besar terhadap kegiatan eksplorasi. Mereka sering
bertanya tentang berbagai fenomena yang dilihatnya. Mereka menuntut penjelasan
logis dari setiap pertanyaan. Selain itu mereka juga suka mengklasifikasikan
benda dan senang berhitung. Cenderung profesinya menjadi: (ilmuwan, insinyur,
akuntan)
C.
Inteligensi
kemampuan ruang
Yaitu kemampuan untuk berpikir secara tiga
dimensi. Cenderung berpikir secara visual. Mereka kaya dengan khayalan internal
(Internal imagery) sehingga cenderung imaginaif dan kreatif. Contohnya seorang
anak harus menyusun serangkaian balok dan mewarnai agar sama dengan rancangan
yang ditunjukan penguji. Koordinasi visual-motorik, organisasi persepsi, dan
kemampuan untuk memvisualisasi dinilai secara terpisah. Cenderung menjadi
profesi arsitek, seniman, pelaut.
D.
Inteligensi
kemampuan musical
Yaitu kepekaan terhadap pola tangga nada, lagu,
ritme, dan mengingat nada-nada. Ia juga dapat mentransformasikan kata-kata
menjadi lagu, dan menciptakan berbagai permainan musik. Mereka pintar melantunkan
beat lagu dengan baik dan benar. Mereka pandai menggunakan kosa kata musical,
dan peka terhadap ritme, ketukan, melodi atau warna suara dalam sebuah
komposisi music.
E.
Inteligensi
Keterampilan kinestetik tubuh
Yaitu kemampuan untuk memanipulasi objek dan
mahir sebagai tenaga fisik. Senang bergerak dan menyentuh. Mereka memiliki
control pada gerakan, keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak.
Mereka mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya. Cenderung berprofesi menjadi
ahli bedah, seniman yang ahli, penari.
F.
Inteligensi
Keterampilan intrapersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami diri sendiri
dengan efektif mengarahkan hidup seseorang. Memiliki kepekaan perasaan dalam
situasi yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri, dan mampu mengendalikan
diri dalam konflik. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan dan apa yang
tidak dapat dilakukan dalam lingkungan social. Mereka mengetahui kepada siapa
harus meminta bantuan saat memerlukan. Cenderung berprofesi menjadi teolog,
psikolog.
G.
Inteligensi keterampilan
interpersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami dan secara
efektif berinteraksi dengan orang lain. Pintar menjalin hubungan social, serta
mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat berinteraksi. Mereka juga
mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku dan harapan orang lain, serta
mampu bekerja sama dengan orang lain.
H.
Inteligensi
keterampilan naturalis
Yaitu kemampuan untuk mengamati pola di alam
serta memahami system buatan manusia dan alam. Menonjol ketertarikan yang
sangat besar terhadap alam sekitar, termasuk pada binatang, diusia yang sangat
dini. Mereka menikmati benda-benda dan cerita yang berkaitan dengan fenomena
alam, misalnya terjadinya awan, dan hujan, asal-usul binatang, peumbuhan
tanaman, dan tata surya.
I.
Inteligensi
emosional
Yaitu kemampuan untuk merasakan dan
mengungkapkan emosi secara akurat dan adaftif (seperti memahami persfektif
orang lain).
Orang yang berjasa menemukan tes inteligensi
pertama kali ialah seorang dokter bangsa Prancis Alfred Binet dan pembantunya
Simon. Tesnya terkenal dengan nama tes Tes Binet-Simon. Seri tes dari
Binet-Simon ini, pertamakali diumumkan antara 1908-1911 yang diberi nama : “Chelle
Matrique de l’inteligence” atau skala pengukur kecerdasan. Tes binet-simon
terdiri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan
menurut umur (untuk anak-anak umur 3-15 tahun). Pertanyaan-pertanyaaan itu
sengaja dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran
di sekolah. Seperti mengulang kalimat, dengan tes semacam inilah usia seseorang
diukur atau ditentukan. Dari hasil tes itu ternyata tidak tentu bahwa usia
kecerdasan itu sama dengan usia sebenarnya (usia kalender). Sehingga dengan
demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan IQ (Inteligentie
Quotient) pada tiap-tiap orang/anak.
Dewasa ini perkembangan tes itu demikian
majunya sehingga sekarang terdapat beratus-ratus macam tes, baik yang berupa
tes verbal maupun nonverbal. Juga dinegeri kita sudah mulai banyak dipergunakan
te, dalam lapangan pendidikan maupun dalam memilih jabatan-jabatan tertentu.
Klasifikasi IQ antara lain :
Ø Genius 140 ke
atas
Ø Sangat Cerdas
130-139
Ø Cerdas
(superior) 120-129
Ø Di atas
rata-rata 110-119
Ø Rata-rata
90-109
Ø Di bawah
rata-rata 80-89
Ø Garis Batas
70-79
Ø Moron 50-69
Ø Imbisil, Idiot 49
ke bawah
2.
Faktor yang mempengaruhi Inteligensi
Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap
individu memiliki tingkat intelegensi yang
berbeda. Perbedaan intelegensi itu, dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut :
a. Pengaruh
faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara,
nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50 ) orang
yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20
), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( + 0,10
– +0,20 ).[9]
b. Pengaruh
faktor lingkungan
Perkembangan
anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan
antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian
makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting
selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari
lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan
berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka). Ada
beberapa lingkungan yang berpengaruh terhadap intelegensi, antara lain :
·
Lingkungan keluarga;
·
Pengalaman pendidikan;
c. Stabilitas
inteIigensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan
suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari
suatu tes intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari
intelegensi). Stabilitas intelegensi tergantung perkembangan organik otak.
d. Pengaruh faktor
kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan
telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya
(berkaitan erat dengaan umur).
e. Pengaruh
faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan
pembentukan sengaja (seperti disekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh
alam sekitar).
f. Minat
dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan
dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat
dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat
lebih giat dan lebih baik.
g. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat
memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia
mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai
dengan kebutuhannya.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu
sama lain. Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seseorang, kita tidak
dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi
adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan
intelegensi seseorang.
Hubungan Bahasa dengan Kecerdasan
Sisi lain yang
urgent mengenai karakteristik bahasa dari segi akal adalah relasi bahasa dengan
akal. Berfikir merupakan aktivitas otak dan pikiran diungkapkan dengan
menggunakan bahasa. Sedangkan bahasa merupakan indikator perangai sesorang.
Sehingga kecerdasan seseorang dapat diukur dari bahasanya, secara bahasa sangat
sesuai dengan pikiran seseorang.
Kecerdasan merupakan faktor/potensi umum yang
harus ada, agar seseorang dapat memanaj (mengatur) pikiran-pikirannya, serta
mengungkapkan apa yang terbersit dalam benaknya. Sehubungan dengan kecerdasan
umum itu, ada potensi-potensi spesifik, seperti potensi saintifik dan potensi
lingual.
Potensi lingual, dalam kapasitasnya sebagai
dasar dari aktifitas lingual seseorang, terbagi menjadi dua faktor/potensi,
yakni :
1.
Faktor/potensi verbal (verbal factor) yakni sesuatu yang terkait dengan
proses-proses mekanis seperti, tahaji, imla’ dan membaca.
2.
Faktor/potensi kesusastraan (literary ability) yakni potensi-potensi
yang terkait dengan proses-proses intelektual, seperti mengarang, memahami
bacaan dan yang terdengar.
Yang jelas, bahasa memiliki dua indikasi,
yakni:
1.
Indikasi pemahaman, indikasi ini khusus pada bahasa yang didengar atau
yang terbaca.
2.
Indikasi pengungkapan pikiran (baik lisan maupun tulisan), indikasi ini
khusus pada bahasa yang terucap atau yang tertulis.
Pada dua indikasi tersebut kita dapat
membedakan dua jenis bahasa, yaitu:
1.
Makna kata
2.
Makna kalimat
Sedangkan hubungan antara bahasa dan kecerdasan
dapat ditinjau dari dua segi, yaitu:
a.
Hubungan positif/konstruktif/aktif antara memori kata-kata seseorang
dengan rasio kecerdasannya. Orang yang berfikir secara mendalam dan variatif
dipaksa untuk bereksplorasi secara radikal tentang fakta-fakta/data-data dan
pengetahuan. Sebagai hasilnya, mereka mendapatkan segudang pemikiran besar,
pemikiran-pemikiran ini mendorong terciptanya kata-kata dan istilah-istilah
yang bisa untuk mengungkapkannya.
b.
Hubungan antara kecerdasan dan kosakata, merupakan hubungan yang
terus-menerus. Semakin bertambah potensi seseorang dalam memahami
kalimat-kalimat yang terbaca, semakin jelas pula hubungan antar makna-maknanya,
begitu pula sebaliknya. Semakin sedikit rasio kecerdasan seseorang, maka
semakin melemah pula tingkat pemahamannya terhadap hubungan-hubungan yang
terkandung dalam kalimat-kalimat dan ungkapan-ungkapan yang terdengar dan
terbaca. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa perkembangan pemahaman
lingual terkait pada batas maksimum perkembangan kecerdasan. (tingkat
perkembangan pemahaman lingual berbanding lurus dengan tingkat perkembangan
kecerdasan).[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1.
konsep Sapir diatas berisi tentang batasan-batasan
Ø Manusiawi
Ø Dipelajari
Ø Sistem
Ø Arbitrer
Ø Simbolik
Dalam pembahasan Inelegensi memang harus benar-benar
dipahami secara teliti biar kita semua bisa tau apa Intelegensi itu sendiri.
Yang lebih penting lagi yang harus dipahami secara detail dalam pembagian
kecerdasan/tingkat kecerdasan, dengan memahami tingkat kecerdasan itu kita bisa
tahu bahwa dalam diri kita ini ada kecerdasan yang tidak pernah kita sadari
meski dalam sekolah-sekolah kita tidak pernah mendapatkan rangking, orang
selalu menganggap bahwa orang yang cerdas adalah orang yang dapat rangking kelas
dan yang bisa jawab soal ujian, namun orang yang mampu dalam menghias, main
musik tidak dianggap kecerdasan. Dari itu, sangat perlulah kita memahami
intelegensi dan tingkat intelegensi biar tidak ada kesalah pahaman dalam
mengartikan intelegensi itu sendiri.
Intelegensi
juga mempunyai hubungan dan perbedaan dengan bakat maupun
kreativitas, tapi yang perlu kita ketahui, bakat dan kreativitas adalah hasil
yang didapat dari intelegensi itu sendiri.
B. Kritik
& Saran
Berdasarkan kenyataan dilapangan, kita dapat menemukan
beberapa pengajar yang masih kurang memperhatikan dalam pengembangan
intelegensi anak didiknya, maka dari itu kita sebagai calon-calon pendidik masa
depan harus mempersiapkan sejak dini rencana-rencana pengajaran yang merujuk
pada pengembangan intelegensi sehingga kreativitas anak-anak didik mengalami
kemajuan dimasa yang akan datang.
Dari hasil makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Dan segala yang baik datangnya
dari Allah, dan yang buruk datangnya dari diri saya. Penyusun sedar
bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari
berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun,
untuk perbaikan karya ilmiah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi, Introduction
to Linguistic, Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2009.
Poespoprodjo, Logika Scientifika
Pengantar Dialektika dan Ilmu, Bandung: Pustaka Grafika, 1999.
Sunardji
Dahri Tiam, Pengantar Filsafat Islam. Gresik: Bumi Jaya.
Yeti
Mulyadi, Keterampilan Berbahasa Indonesia SD, Jakarta: Universitas
Terbuka, 2009.
John, W. Santrock, Psikologi
Pendidikan, Jakarta : Kencana, 2011
Abu
Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta :
Rineka Cipta, 1991
Syaiful
Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta,
2011
Fauziah
Nasution, Psikologi Umum, Fakultas Tarbiyah : IAIN SU, 2011
http://yogieaffandi.blogspot.com/2011/09/pengertian-intelegensi.html,
17-11-2012
Abdul Majid
Sayyid Ahmad Manshur, Ilmu Al-Lughah Al-Nafsy, Jami'at al-Mulk Su'ud,
Riyadh, 1982.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar